Langsung ke konten utama

Belajar Toleran Pada Desa Kaloran

Sejak awal kehadirannya, Islam adalah agama yang sangat mengayomi dan penuh semangat menghargai. Islam menjadikan kemanusiaan sebagai salah satu inti ajarannya di mana toleransi ada di dalamnya. Nabi Muhammad saw. pun memiliki karakter yang lembut, penuh kasih, dan pemaaf. 

Namun, kini banyak orang yang menyebut diri sebagai pembela Islam justru menampilkan sikap dan tindakan yang berkebalikan. anyak orang yang mengaku meneladani Rasulullah justru melakukan teror, menebar permusuhan, dan menyebarkan kebencian. Rasulullah sangat menyukai musyawarah untuk menghindari sikap otoriter, lalu mengapa orang-orang itu memaksakan pendapat dan menolak perbedaan?

Intoleransi membuat kehidupan beragama diliputi rasa takut dan saling curiga. Pada saat bersamaan pemahaman agama dimanipulasi dengan slogan propaganda untuk kepentingan yang sebenarnya jauh dari makna dan ajaran Islam. Orang-orang dari golongan demikian sesungguhnya telah mengotori Islam.
Ngaji Toleransi (dok. pri).
Renungan di atas didapat dari 176 halaman buku “Ngaji Toleransi” yang ditulis oleh Ahmad Syarif Yahya. Pangkal ceritanya adalah kehidupan masyarakat Desa Kaloran, sebuah desa kecil di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, yang juga merupakan kampung halaman sang penulis.

Kehidupan bersama di Kaloran yang dihuni pemeluk Islam, Kristen, Katolik, dan Budha memancarkan kerukunan yang kuat. Di berbagai dusun di desa ini banyak keluarga yang anggota-anggotanya berlainan agama. Kerukunan di Kaloran juga terlihat dari berbagai aktivitas sosial yang dijalankan bersama-sama antara umat muslim dan nonmuslim. Saat Idulfitri semua warga Kaloran apapun agamanya bersilaturahmi dan membuka rumahnya serta menyediakan hidangan lebaran. 


Bahkan, masyarakat nonmuslim sering diundang ke kegiatan pengajian dan menghadirinya dengan mengenakan pakaian layaknya umat muslim. Tokoh dan pemuka agama Islam pun bersikap terbuka dengan tetangganya yang berlainan agama. Salah satu contohnya melayat ke rumah warga nonmuslim yang meninggal.

Ngaji Toleransi (dok. pri).

Ngaji Toleransi (dok. pri).
Buku ini menarik karena menggabungkan dua pendekatan. Pertama, jalur akar rumput yakni kehidupan riil masyarakat desa yang pluralis. Pendekatan kedua adalah pengalaman dan wawasan penulisnya yang merupakan pengajar pondok pesantren dan pernah menjadi santri di pondok pesantren asuhan ulama kharismatik KH. Maemun Zubair. Lewat dua pendekatan tersebut kehidupan masyarakat Desa Kaloran dengan dinamika yang mengiringinya diangkat sebagai refleksi universal untuk memahami toleransi dan membedah akar intoleransi. 

Menurut Ahmad lemahnya toleransi terhadap keberagaman, bersamaan dengan redupnya kearifan yang semestinya terpancar dari kaum muslim, salah satunya disebabkan karena pemahaman agama Islam secara dangkal. Tidak sedikit pemuka agama yang kurang mampu memahami secara mendalam kondisi masyarakat dan perkembangan zaman. Kegaduhan agama yang memancing gesekan di masyarakat sering ditimbulkan karena pemuka agamanya kurang menguasai disiplin ilmu sehingga dakwah yang disampaikan cenderung kaku dan menampilkan sikap yang menentang kelompok lain. 

Hal ini pernah terjadi di Desa Kaloran ketika datang seorang dai dari dusun lain untuk memberikan ceramah. Di hadapan warga dai tersebut menyinggung umat agama lain dan melontarkan kalimat-kalimat penuh kebencian. Akibatnya timbul gesekan yang membuat panas kehidupan masyarakat setempat. Beruntung para tokoh masyarakat bertindak cepat dan mampu mengatasi keadaan. 

Ahmad berpandangan bahwa Dakwah yang baik memerlukan penguasaan fikih yang mantap serta kecerdasan bagaimana menyampaikannya di tengah-tengah masyarakat yang beragam. Toleransi bisa dihadirkan melalui pemahaman agama secara mendalam yang diaktualisasikan pada ruang, waktu, serta konteks kehidupan lokal masyarakat.

Intoleransi juga bersumber dari ketidakseimbangan dalam memaknai ajaran agama. Ada kelompok yang terlalu bersemangat dengan aspek teologis dan berlebihan dengan dalil naqli kemudian mengabaikan yang bersifat aqli. Ada pula yang bersikap sebaliknya. Akibat dari semua itu amalan Islam yang merentang dan mencakup banyak aspek, termasuk aspek sosial, menjadi direduksi atau kebablasan karena tidak seimbang.


Mengimpor fatwa dari Arab atau Timur Tengah juga kurang tepat karena belum tentu cocok untuk Indonesia. Nilai-nilai ajaran Islam yang universal bisa memayungi Indonesia yang beragam tanpa perlu “Arabisasi”.

Ngaji Toleransi (dok. pri).

Ngaji Toleransi (dok. pri).
Praktik kehidupan di Desa Kaloran bisa menjadi pelajaran atau inspirasi untuk menghayati toleransi sekaligus menangani intoleransi. Peristiwa-peristiwa intoleran yang pernah terjadi dan menimbulkan ketidaknyamanan bersama seharusnya mendorong masyarakat untuk memperbaiki sikap, memperluas pengetahuan, dan memperkuat toleransi.

Belajar dari Desa Kaloran, perlu kebijaksanaan dalam memahami kearifan lokal, budaya serta etika sosial. Kemampuan dan kreativitas dalam menempatkan tiga hal tersebut membuat masyarakat mampu beragama dengan baik dan bersikap luwes dalam menjalankan amalan-amalan kehidupan. Toleransi dipraktikkan dan dikembangkan dalam ranah sosial tanpa diliputi kecurigaan akan merusak akidah. 

Selain berefleksi dari kehidupan Desa Kaloran, penghayatan toleransi juga bisa ditempuh dengan menengok kembali sejarah dan perkembangan Islam. Piagam Madinah yang memayungi pemeluk Islam, Yahudi dan Kristen adalah bukti yang sangat nyata bahwa Islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw sangat memprioritaskan toleransi. 


Rasulullah, para sahabat, dan khalifah tidak mengintimidasi pemeluk agama lain untuk masuk Islam. Rasulullah tidak memaksa budak Yahudi yang membantu dan melayaninya untuk mengikuti agama Allah kecuali dengan cara lembut. Rasulullah tidak menyakiti dan bahkan melepaskan seorang Badui meski orang tersebut menolak beriman kepada Allah. Dengan kata lain, seorang muslim wajib meyakini kebenaran Islam secara total, tapi dalam bermasyarakat harus pula menghormati agama lain.
Ngaji Toleransi (dok. pri).

Buku ini berusaha memberikan petunjuk amalan toleransi, serta solusi atau jalan tengah untuk permasalahan toleransi yang sering muncul dalam kehidupan sehari-hari.  Meski isinya menekankan toleransi dari sudut pandang Islam dan ditujukan kepada umat muslim, tapi jangkauan buku ini luas dan universal. Semua orang bisa membaca dan mudah memahami isinya karena narasinya yang ringan, lugas, dan kontekstual. 

Misalnya, apakah seorang dokter muslim boleh mengobati pasien nonmuslim, bagaimana menyikapi tradisi dan budaya nonmuslim, boleh tidaknya berzakat dan bersedekah kepada nonmuslim, dan lain sebagainya. Sayangnya di beberapa halaman terdapat penulisan kalimat yang kurang tepat. Ketidakseragaman jenis huruf yang mengganggu juga dijumpai. 


Sedikit terasa mengganjal dalam buku ini terletak pada pandangan penulis terkait beberapa masalah seperti memasuki rumah ibadah agama lain, bersekolah di sekolah nonmuslim, dan mengenakan pakaian tertentu saat Natal. Pandangan mengenai hal-hal tersebut terkesan kurang konsisten. Hal itu bisa menjadi wahana untuk membuka diskusi dan dialog lanjutan yang menambah wawasan keagamaan. 

Pesan penting dari buku ini adalah bahwa perilaku-perilaku intoleran yang seakan menghapus realitas keberagaman bangsa Indonesia perlu dihentikan dan tidak boleh dibiarkan beregenerasi. Salah satu caranya adalah dengan “Ngaji Toleransi", yaitu mempelajari, memahami, dan menghayati toleransi secara benar.

Ngaji Toleransi (dok. pri).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MILO CUBE, Cukup Dibeli Sekali Kemudian Lupakan

Alkisah, gara-gara “salah pergaulan" saya dibuat penasaran dengan Milo Cube. Akhirnya saya ikutan-ikutan membeli Milo bentuk kekinian tersebut.   Milo Cube (dok. pri). Oleh karena agak sulit menemukannya di swalayan dan supermarket, saya memesannya melalui sebuah marketplace online . Di berbagai toko online Milo Cube dijual dengan harga bervariasi untuk varian isi 50 cube dan 100 cube. Varian yang berisi 100 cube yang saya beli rentang harganya Rp65.000-85.000.   Pada hari ketiga setelah memesan, Milo Cube akhirnya tiba di tangan saya. Saat membuka bungkusnya saya langsung berjumpa dengan 100 kotak mungil dengan bungkus kertas hijau bertuliskan “MILO” dan “ENERGY CUBE”. Ukurannya benar-benar kecil. Satu cube beratnya hanya 2,75 gram, sehingga totalnya 275 gram.   Milo Cube yang sedang digandrungi saat ini (dok. pri). "Milo Kotak", begitu kira-kira terjemahan bebas Milo Cube (dok. pri). Tiba saatnya unboxing . Milo Cube ini berupa bubu

Sewa iPhone untuk Gaya, Jaminannya KTP dan Ijazah

Beberapa waktu lalu saya dibuat heran dengan halaman explore instagram saya yang tiba-tiba menampilkan secara berulang iklan penawaran sewa iPhone. Padahal saya bukan pengguna iPhone. Bukan seorang maniak ponsel, tidak mengikuti akun seputar gadget, dan bukan pembaca rutin konten teknologi. iPhone (engadget.com). Kemungkinan ada beberapa teman saya di instagram yang memiliki ketertarikan pada iPhone sehingga algoritma media sosial ini membawa saya ke konten serupa. Mungkin juga karena akhir-akhir ini saya mencari informasi tentang baterai macbook. Saya memang hendak mengganti baterai macbook yang sudah menurun performanya. Histori itulah yang kemungkinan besar membawa konten-konten tentang perangkat Apple seperti iphone dan sewa iPhone ke halaman explore instagram saya. Sebuah ketidaksengajaan yang akhirnya mengundang rasa penasaran. Mulai dari Rp20.000 Di instagram saya menemukan beberapa akun toko penjual dan tempat servis smartphone yang melayani sewa iPhone. Foto beberapa pelanggan

Berjuta Rasanya, tak seperti judulnya

“..bagaimana caranya kau akan melanjutkan hidupmu, jika ternyata kau adalah pilihan kedua atau berikutnya bagi orang pilihan pertamamu..” 14 Mei lalu saya mengunjungi toko buku langganan di daerah Gejayan, Yogyakarta. Setiba di sana hal yang pertama saya cari adalah majalah musik Rolling Stone terbaru. Namun setelah hampir lima belas menit mencarinya di bagian majalah saya tak kunjung mendapatinya. Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan-jalan menyusuri puluhan meja dan rak lainnya. Jelang malam saya membuka tas dan mengeluarkan sebuah buku dari sana. Bersampul depan putih dengan hiasan pohon berdaun “jantung”. Sampul belakang berwarna ungu dengan beberapa tulisan testimoni dari sejumlah orang. Kembali ke sampul depan, di atas pohon tertulis sebuah frase yang menjadi judul buku itu. Ditulis dengan warna ungu berbunyi Berjuta Rasanya . Di atasnya lagi huruf dengan warna yang sama merangkai kata TERE LIYE . Berjuta Rasanya, karya terbaru dari penulis Tere Liye menjadi buk