Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2013

Telkomsel Buka Aib Provider?

Sepintas tak ada yang salah dengan iklan audio telkomsel di bawah ini. Iklan ini direkam dari siaran RRI Pro 3 dan saat ini sangat sering diputar di setiap segmen siaran RRI dari pagi hingga malam. Iklan produk layanan Telkomsel Haji ini tampak biasa saja, namun jika diperhatikan dengan jeli di bagian akhirnya, iklan ini mungkin menjadi blunder dari Telkomsel karena memberi jawaban mengenai pertanyaan dan keresahan banyak masyarakat tentang jual beli data pelanggan. Bagaimana bisa seseorang yang baru melakukan registrasi atau aktivasi layanan provider malah mendapatkan telepon dari "orang bank" dan "orang asuransi". Telkomsel mungkin keceplosan. Simak iklan di bawah ini dan cermati dialog di ujung iklan.

Anggrek Bibir Berbulu, Putri Hutan Indonesia yang Terlupakan

Indonesia, negeri di bawah khatulistiswa ini telah lama dan jamak dikenal sebagai kawasan megabiodiversitas. Banyak tempat di Indonesia yang menjadi hot spot keanekaragaman hayati dunia. Tak cuma fauna, aneka flora juga tersebar di seluruh penjuru negeri. Menduduki peringkat ke-2 sebagai negara dengan biodiversitas terbesar di dunia, Indonesia tak cuma unggul dalam hal jumlah namun juga kekhasan. Salah satu keanekaragaman hayati khas Indonesia adalah Anggrek tropis, kekayaan yang tak tertandingi oleh negara manapun di dunia. Indonesia memiliki hampir   seperlima dari total spesies Anggrek yang dimiliki dunia.   Ada banyak spesies Anggrek yang khas dan unik berasal Indonesia. Masyarakat dunia mengenal Phalaenopsis amabilis sebagai Anggrek bulan atau Anggrek kumbang. Dunia juga mengenal Grammatophyllum speciosum dan Grammatophyllum scriptum sebagai Anggrek terbesar di dunia. Ada juga Anggrek kantung seperti Paphiopedilum javanicum . Coelogyne pandurata atau yang dikenal de

IRREPLACEABLE Yovie Widianto (Janda Sakit Melayang)

Foto-foto di atas adalah sampul, CD dan lembaran daftar penyanyi dan pemusik dalam album Irreplaceable Yovie and His Friends. Irreplaceable adalah tanda mata dari perjalanan musikal Yovie Widianto di panggung musik tanah air yang sudah menginjak angka ke-30 tahun. Irreplaceable diperkenalkan dalam konser yang bertajuk sama pada 24 September 2013 yang lalu di Jakarta Convention Center. Sehari sebelumnya album ini telah dirilis di pasar musik digital iTunes. Berisi sebelas lagu, Irreplaceable adalah interpretasi ulang karya-karya pilihan Yovie Widianto. Sejumlah penyanyi, band dan grup vokal terpilih membawakan hits-hits dari Yovie Widianto yang telah lebih dulu dinyanyikan oleh KAHITNA, Yovie&NUno dan sejumlah Yovie's Singer. Seperti apa lagu-lagunya? Silakan membeli di pasar musik iTunes atau bersabar sampai album ini beredar luas di toko musik, CD dan kaset. Sebagai bocoran saya berikan cuplikan 5 lagu favorit saya di album Irreplaceable. Simak potongan

Indahnya Senja di Langit Jogja

Saya baru saja tiba di muka pintu kamar ketika seberkas cahaya jingga tiba-tiba menempa dinding di dekat tangga menuju lantai 2. Tak menunggu lama saya segera masuk ke dalam kamar, menghidupkan lampu, membuka sebuah kotak, mengambil isinya lalu berjalan cepat meniti tangga ke atas. Di lantai dua saya menyisir menuju tempat jemuran. Berjalan hati-hati di antara lantai dan atap rumah kos, saya segera menatap ke depan, mengarahkan kamera dan sesaat kemudian satu, dua, tiga, empat foto saya dapatkan. Sejenak saya menyudahi aktivitas memotret. Adzan maghrib berkumandang. Untuk sekian detik mata saya terpaku telanjang menatap langit di depan. Agak menghadap ke atas saya melempar senyum untuk senja. Subhan’Allah, indahnya. Warna bitu bergradasi di bagian atas menimpa jingga dan merah yang bercampur tak beraturan. Lalu ada biru lagi yang lebih muda, di bawahnya ada jingga dan merah yang lebih tua. Semua warna itu berserakan di atas langit di depan saya. Rumah-rumah kos, gedung

"Lalala Yeyeye" AFI 2013

Pencarian buku di Gramedia pada Minggu sore (15/9/2013) akhirnya berakhir dengan menonton sebuah pertunjukkan musik. Sebuah mini konser sedang berlangsung pada sore itu. Penasaran dengan isinya saya pun membelokkan langkah menuju panggung. Gagal mendapatkan pandangan di lantai 1 saya menuju lantai 2 seperti  penonton kelas tribun. Dari lantai 2 saya terkejut melihat banyaknya penonton di lantai 1 yang mengerumuni panggung. Sementara di lantai 2 hingga 4 beberapa pengunjung juga berdiri melongok ke bawah. Sebenarnya saya tidak heran dengan euforia semacam ini. Pengalaman menonton sejumlah konser di beberapa kota membuat saya tahu jika masyarakat Indonesia memang suka menonton konser. Tapi ini adalah pertama kalinya saya melihat sebuah panggung kompetisi bernyanyi secara live di tempat umum. Lebih dari itu panggung yang saya tonton ini adalah sebuah ajang yang sudah lama “mati” namun saat hidup kembali ternyata masih diminati. Ratusan orang berdesakkan menghadap sebuah

15 SEPTEMBER

Saat melihat pintu bangsal ini saya hanya tersenyum menyimpan segenap rasa lain yang tersembunyi. Dulu saya pernah memiliki 2 malam yang berarti di sini. Di dalam bangsal di balik pintu ini saya punya waktu untuk mendengar sebuah suara, menatap sepasang mata dan menahan tawa untuk segenap tingkah laku seorang yang terbaring dengan selang infus di tangan. Meski saat itu saya tahu ini takkan lama. Bahkan saat membaca sebuah kalimat di layar handphone malam itu, tak ada sesal apalagi marah untuk semua ini. Turun membawamu ke Rumah Sakit saja sudah cukup menguras perasaan dan ketakutan,  tak ada waktu untuk menyesali yang lain. Saya akan pergi di saat peran ini sudah berakhir, di saat  tak lagi diperlukan. Dan malam itu gerimis membawamu meninggalkan rumah sakit. Di atas kursi roda kau masih tampak sayu. Maaf, bukan mencela atau menghendakimu sakit, tapi wajah sayumu itu sangat lucu. Sementara di depanmu aku melangkah mengakhiri peranku sebagai pemeran pengganti. Semoga ada hal ba

Memotret

Seringkali kita yang memiliki kamera terlalu banyak berfikir ketika hendak memotret. Sementara beberapa orang terlanjur berpandangan kaku bahwa memotret memerlukan konsep, perhitungan sekaligus ide yang matang. Saya tak menolak hal itu.  Tapi jika pertimbangan tersebut membuat orang harus  memiliki alasan untuk memotret, memotret haruslah momen yang spesial, memotret harus dengan pikiran, untuk memotret orang harus memiliki ide, maka kita akan melewatkan banyak  hal manis dalam kehidupan yang melintas di depan mata.   Awalnya saya termasuk orang yang pemikir ketika hendak memotret. Merasa sayang jika tombol shutter terlalu sering ditekan dan beranggapan bahwa obyek yang bernilai hanya akan dijumpai di konser musik, karnaval, gunung, laut, hutan dengan anggreknya atau tempat-tempat keramaian. Hingga akhirnya seringkali saat hendak menghapus  file dari kamera atau membuang beberapa frame foto dari hardisk ke kotak sampah, saya merasa foto-foto itu juga bernilai. Mungkin frame-frame

Pegunungan Menoreh, Sebuah Potret Kesahajaan Indonesia

Hari sudah hampir gelap ketika saya tiba di Pegunungan Menoreh. Bukan karena sudah malam tapi karena kabut yang turun dengan cepat menyelimuti langit Menoreh. Padahal saat itu siang baru mengunjuk pukul setengah tiga. Di Pegunungan Menoreh kabut memang kerap turun lebih dini. Jika cuaca mendung atau saat hujan sedang senang membasahi kawasan itu, siang hari selepas pukul satu kabut bahkan sudah turun. Sore seolah seperti malam, malam pun seakan datang lebih cepat, subuh seperti datang kepagian. Saya segera masuk ke dalam rumah seorang penduduk yang sudah saya kenal. Di rumah inilah saya dan kawan-kawan biasanya “transit” ketika hendak menjelajahi alam Pegunungan Menoreh untuk melakukan inventarisasi Anggrek alam. Di rumah sederhana yang sebagian ruangannya masih beralaskan tanah dan sebagian lainnya berubin sederhana ini kami selalu disambut dengan ramah. Tak terkecuali hari itu. Penduduk Pegunungan Menoreh hidup dalam kesahajaan. Selain karena prinsip hidup, kesederha