Sejarah masa kolonial di Indonesia, baik penjajahan Belanda, Jepang, hingga pergolakan pasca kemerdekaan kerap diceritakan dengan hanya menonjolkan kepahlawanan pejuang dan nasib rakyat jajahan sambil secara bersamaan menutup ruang bagi kenyataan-kenyataan lain. Semua untuk Hindia (dok. pribadi). Seolah sejarah negeri ini hanya dilahirkan oleh orang-orang Indonesia dan hanya dibentuk dari peristiwa-peristiwa seputar kehidupan pribumi. Sementara kehidupan, sikap, dan peran para “londo” di tengah manis dan getir tanah jajahan belum banyak digali dan diangkat. P enceritaan yang terbatas seperti demikian bisa membuat kita kehilangan fakta sejarah yang lebih besar dan utuh. Di tengah kecenderungan masyarakat yang malas mengingat dan memahami sejarah, lama kelamaan kita akan menjadi generasi yang sulit menerima dan mengakui adanya sejarah lain tentang negeri ini. Sebanyak 13 cerpen dalam “Semua untuk Hindia” berusaha mengamputasi ketidaktahuan kita terhadap sepenggal sejarah bangsa di ...
"OK, kenyataan memang seringkali tak ramah. Tapi, mari coba kita rayakan titik nadir ini dengan indah”. KAHITNA (dok. pribadi). Barangkali itulah pesan tersirat yang ingin KAHITNA sampaikan hari ini, tepat saat hari jadinya yang ke-39 tahun. Hari saat mereka mempersembahkan lagu paling barunya berjudul “Titik Nadir”. Kisahnya lagi-lagi tentang “cinta yang tak memiliki” dengan penegasan “menjaga jodoh orang lain”. Sepasang manusia yang sudah membayangkan jalinan masa indah berdua selamanya, tapi akad yang terucap ternyata bukan di antara mereka. Ada orang lain yang tiba-tiba hadir dan menggantikan. Pada akhirnya pelaminan menjadi panggung bertabur bunga untuk sepasang manusia dengan seorang yang datang hanya sebagai penonton. Dibawakan bersama solois wanita bersuara sendu dan merdu, Monita Tahalea, “Titik Nadir” menambah himpunan karya-karya indah KAHITNA. Menyusul deretan lagu cinta yang setiap orang bisa menebak judulnya dengan lancar di acara-acara kuis musik serta m...